Home

Sabtu, 20 Maret 2010

Fantastic Mr Fox (2009)

Sebelum film ini dirilis sempat timbul kekhawatiran bahkan di kalangan para kritikus dikarenakan sutradara Wes Anderson dikenal sebagai pribadi yang memiliki cara penyutradaraan yang nyentrik (walaupun saya pribadi belum pernah menonton film-film garapannya sebelum ini). Para kritikus takut bahwa visi nyentrik Wes Anderson tidak bisa menghidupkan buku anak-anak karangan Roald Dahl ini. Kekhawatiran tersebut tak terbukti. Fantastic Mr Fox memang tidak seberapa sukses di Box Office tetapi film ini menuai pujian kritikus, bahkan masuk pada deretan nominasi film animasi terbaik Academy Awards 2009.

Setelah sebuah kecelakaan yang menyebabkan mereka hampir terbunuh, Felicity Fox meminta suaminya: Mr Fox untuk berhenti melakukan aksinya mencuri burung dan ayam. Mr Fox pun berubah haluan menjadi seorang penulis kolom koran. Perubahan yang tidak sesuai hukum alamnya ini membuat Mr Fox merasakan bahwa hidupnya tidak lengkap. Ia ingin merasakan kembali hidupnya yang dulu, dan kesempatan itu datang secara tak disangka-sangka ketika ia membeli sebuah rumah di atas pohon besar. Rumah baru mereka itu rupanya berada dekat dengan peternakan tiga peternak / petani paling kejam di wilayah itu: Bean, Boggis, dan Bunce. Operasi demi operasi pencurian yang dilakukan oleh Mr Fox semula berjalan dengan lancar sampai saat ketiga petani itu menyadari bahwa peternakan mereka tengah diserbu rubah. Dengan geram, ketiganya melancarkan serangan balik besar-besaran ke rumah Mr Fox. Bagaimana cara Mr Fox dan keluarganya meloloskan diri dari kemarahan para petani?

Fantastic Mr Fox merupakan sebuah animasi yang rasanya lebih ditujukan kepada orang dewasa. Saya rasa anak-anak sulit menangkap perbandingan status sosial yang disampaikan oleh Wes Anderson dengan cerdik. Bean, Boggis, dan Bunce merepresentasikan kaum berduit, sementara Mr Fox dan para binatang lain tentunya representasi dari mereka yang kurang berada. Belum lagi ditambah dengan dialog-dialog dalam film ini yang bisa membuat para orang dewasa terpingkal tetapi anak-anak bengong. Dalam waktu tayang 87 menit, Wes Anderson berani ambil resiko mengangkat cukup banyak isu dalam film ini: mulai dari pesan ekologi, hubungan keluarga (suami-istri dan ayah-anak), hubungan persahabatan, sampai pencarian jati diri. Apabila sang sutradara tidak kompeten, mudah sekali sebuah film akan hancur sebagai film yang kebingungan akan eksistensinya sendiri. Untungnya Wes Anderson mampu menyorot semua sisi itu secara berimbang. Saat ending dan nama para pemain bergulir pun saya merasa puas karena telah menonton sebuah film yang lengkap dan menyeluruh menjangkau tema yang ia angkat.

Pengisi suara dalam film ini semua mampu menjiwai karakter mereka dengan baik; terutama dua aktor utamanya: George Clooney pas sekali mengisi suara Mr Fox yang layaknya seorang penipu berkelas. Sebagai pasangannya, Meryl Streep pun mengimbangi sebagai Felicity yang sudah kapok dengan dunia kriminal dan hanya ingin hidup tenang sebagai ibu rubah rumah tangga biasa. Untuk karakter pendukung, yang mencuri perhatianku adalah Rat si tikus yang suaranya diisi Willem Dafoe (sama sekali tidak sadar pas nonton!).

So my verdict is… Fantastic Mr Fox menambah satu lagi deretan film berkualitas di genre stop-action (dan deretan film animasi berkualitas di tahun 2009). Sebuah film yang memiliki sinematografi menawan dan dishoot dari sudut-sudut yang unik, deretan pengisi suara yang kompak dan kompeten, sampai musik yang membuatku tanpa sadar turut bertepuk tangan mengikuti iramanya. Siapa bilang Wes Anderson tidak bisa menyutradarai film animasi? Fantastic Mr Fox adalah buktinya!

0 komentar:

Posting Komentar